Artikel Terbaru
Mengenal Amil Zakat: Tugas, Syarat, dan Haknya
Zakat sebagai salah satu rukun Islam tidak hanya berfungsi sebagai ibadah individual, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang sangat penting. Agar pelaksanaan zakat dapat berjalan teratur dan sampai kepada pihak yang berhak, Islam menugaskan sekelompok orang khusus yang disebut amil zakat. Mereka memiliki peran penting sebagai pengelola zakat, mulai dari pengumpulan hingga pendistribusian. Karena itu, al-Qur’an secara tegas memasukkan amil ke dalam golongan penerima zakat (QS. at-Taubah: 60), sebagai bentuk penghargaan atas tugas mereka yang strategis dalam menjaga keberlangsungan fungsi sosial zakat.
Definisi Amil Zakat
Dalam literatur fikih, Amil zakat adalah orang yang ditugaskan oleh imam (pemerintah) untuk mengelola zakat, baik dalam pengambilan maupun pendistribusian. Muhammad Mahf?dz al-Tarmas? dalam al-Manhal al-‘Am?m H?syiyah al-Minh?j al-Qaw?m (5/404) menyebutkan:
“al-‘?mil huwa man na?abahu al-im?m f? akhdzi al-‘am?lah min al-zakaw?t”
Dimana Amil merupakan orang yang ditugaskan imam (pemerintah) untuk mengambil zakat. Kemudian dijelaskan pula oleh Abu Bakr Syath? al-Dimy??? dalam I‘?nat al-??lib?n (2/341) bahwa Jika seorang amil digaji dari Baitulmal, maka ia tidak lagi mengambil bagian dari zakat. Sebab, bagian zakat bagi amil sejatinya hanya sebagai kompensasi atas kerja yang mereka lakukan. Jika kebutuhan finansialnya sudah tercukupi dari gaji negara, maka haknya dari zakat gugur agar lebih banyak tersalurkan kepada golongan lain yang berhak.
Jenis-Jenis Amil Zakat
Para ulama menjelaskan bahwa amil zakat memiliki berbagai peran sesuai tugasnya. Al-Tarmas? (5/407) dan I‘?nat al-??lib?n (2/342) menguraikan jenis-jenisnya sebagai berikut:
Al-S?‘? Yaitu amil yang diutus imam untuk mengambil (mengurus) zakat. Dialah yang menjadi ketua di antara para amil. Imam al-Tarmas? menegaskan bahwa wajib bagi imam mengutusnya, sebagaimana disebut dalam hadis sahih (Muslim no. 983; Bukhari no. 468). Disunnahkan bagi al-s?‘? untuk menetapkan waktu tertentu dalam setahun agar masyarakat tahu kapan zakat diambil. dan menurut ulama, bulan Muharram lebih utama karena mengutip dari ucapan Sayyidina ‘Utsm?n bin ‘Aff?n RA: “H?dh? shahru zak?tikum” (Inilah bulan zakat kalian) – diriwayatkan oleh al-Baihaq?.
Al-K?tib Yaitu petugas pencatat, yang menulis apa saja yang telah diberikan oleh para muzakki (pembayar zakat).
Al-Q?sim Yaitu yang membagi zakat kepada para mustahik (penerima yang berhak).
Al-H?shir Yaitu yang mengumpulkan para pemilik harta agar zakat mereka dapat diambil.
Al-‘Ar?f Yaitu yang mengenali siapa saja yang berhak menerima zakat.
Al-??sib Yaitu yang menghitung serta memastikan jumlah harta zakat.
Al-??fi? Yaitu yang menjaga harta zakat sebelum disalurkan.
Al-J?b? Yaitu yang langsung mengambil zakat dari pemilik harta.
Al-Jund? Yaitu mereka yang bertugas mengawal harta zakat (pasukan pengawal harta zakat).
Syarat-Syarat Amil Zakat
Para ulama fikih juga membahas syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang amil, khususnya al-s?‘?. Dalam I‘?nat al-??lib?n (2/342) disebutkan syarat-syarat tersebut antara lain:
Memiliki pengetahuan fikih terkait zakat, sehingga mengetahui harta apa saja yang wajib dizakati, kadar nishab, besaran yang harus dikeluarkan, serta siapa saja yang berhak menerima.
Muslim.
Mukallaf (berakal dan baligh).
Merdeka.
Adil.
Pendengaran yang baik.
Penglihatan yang baik.
Laki-laki.
Tidak termasuk Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
Adapun para pembantu Ketua amil seperti petugas pencatat dan seterusnya yang telah disebutkan sebelumnya, itu tidak disyaratkan memenuhi semua kriteria di atas. Menurut al-Tarmas? (5/407), syarat yang harus dipenuhi oleh mereka adalah hanya: Islam, mukallaf, laki-laki, dan adil.
Hak Amil Zakat
Seorang amil berhak mendapatkan bagian dari zakat sesuai dengan jerih payahnya. Yang berhak ia terima adalah ujrah al-mitsl (upah sepadan dengan pekerjaannya) dari bagian zakat yang diperuntukkan bagi amil. Besarannya bisa berbeda, tergantung pada jauh-dekatnya jarak, banyak-sedikitnya harta zakat, serta kondisi pribadi amil, misalnya tingkat amanah dan posisinya dalam struktural. Imam berwenang menetapkan upah tersebut sebagai bentuk ijarah dalam artian semacam kontrak, selama upah tersebut bersumber dari harta zakat bukan Baitulmal
Kedudukan Amil dalam Islam
Dengan adanya struktur amil zakat ini, Islam menegaskan bahwa zakat bukan hanya ibadah personal, melainkan juga institusi sosial yang dikelola secara profesional. Amil zakat tidak sekadar petugas teknis, melainkan bagian dari sistem pemerataan ekonomi Islam. Oleh karena itu, para amil berhak mendapatkan bagian zakat (sebagaimana disebut dalam QS. At-Taubah: 60) sebagai kompensasi atas tugas mereka.
Di Indonesia, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) merupakan lembaga resmi yang ditetapkan pemerintah untuk mengelola zakat secara nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Melalui BAZNAS, zakat tidak hanya disalurkan kepada yang berhak, tetapi juga dimanfaatkan untuk program pemberdayaan umat di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Menunaikan zakat melalui BAZNAS berarti ikut menjaga amanah syariat serta memastikan manfaat zakat tersebar lebih luas dan terorganisir.
Sumber:
1. Al-Bayhaq?, Sunan al-Kubr?, terkait riwayat Utsm?n bin ‘Aff?n.
2. Al-Qur’anul Karim, QS. At-Taubah: 60.
3. Abu Bakr Syath? al-Dimy???, I‘?nat al-??lib?n, Juz 2, hlm. 341–342.
4. Imam al-Bukh?r?, ?a??? al-Bukh?r?, no. 468.
5. Imam Muslim, ?a??? Muslim, no. 983.
6. Muhammad Mahf?dz al-Tarmas?, al-Manhal al-‘Am?m H?syiyah al-Minh?j al-Qaw?m, Juz 5, hlm. 404–407.
ARTIKEL01/10/2025 | Zainal Mustofa
Sejarah dan Hikmah Disyariatkannya Zakat dalam Islam
Sejarah dan Hikmah Disyariatkannya Zakat dalam Islam
Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat. Kedudukannya tidak hanya sebagai ibadah individual, tetapi juga sebagai instrumen sosial untuk membangun kesejahteraan umat. Sejak awal dakwah Nabi Muhammad ?, zakat sudah hadir sebagai perintah yang melekat dalam ajaran Islam. Namun, penetapan zakat secara rinci sebagai kewajiban baru berlangsung setelah Nabi hijrah ke Madinah.
Awal Perintah Zakat
Sejarah mencatat bahwa perintah zakat sudah ada sejak periode Makkah, meskipun masih dalam bentuk yang umum. Al-Qur’an mengajarkan pentingnya menunaikan hak orang lain dari harta yang dimiliki. Allah berfirman QS. Al-An‘am: 141:
“Tunaikanlah haknya di hari panennya.” (QS. Al-An‘am: 141)
Ayat ini menunjukkan bahwa sejak awal kenabian, umat Islam sudah diperintahkan untuk berbagi sebagian dari hasil harta mereka. Namun, pada masa Makkah belum ada ketentuan terperinci tentang kadar, nishab, atau jenis harta yang wajib dizakati.
Ketentuan zakat yang lebih rinci baru ditetapkan setelah Nabi ? hijrah ke Madinah. Pada tahun kedua hijrah, zakat mulai diwajibkan dengan aturan yang jelas mengenai nishab, kadar, dan distribusi kepada golongan penerima. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir (3/349):
“Tidaklah jauh kemungkinan bahwa asal zakat berupa sedekah telah diperintahkan sejak awal kenabian, sebagaimana firman Allah: ‘Tunaikanlah haknya di hari panennya’ (QS. Al-An‘am: 141). Adapun zakat dengan nishab dan ketentuan jumlah tertentu, maka penjelasannya baru ditetapkan di Madinah.”
Beliau juga menegaskan:
“Kewajiban zakat memang ditetapkan pada tahun kedua hijrah ke Madinah, sebagaimana disebutkan oleh banyak ulama.”
Bahkan, sebagian ulama hadis menyebut lebih rinci, bahwa kewajiban zakat itu turun pada bulan Syawwal tahun kedua hijrah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khatib (2/313):
“Perkataan bahwa zakat diwajibkan pada tahun kedua (hijrah), masih diperdebatkan pada bulan apa kewajiban itu turun. Guru kami, al-Babili, menyebutkan bahwa pendapat yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah zakat diwajibkan pada bulan Syawwal tahun tersebut.”
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menghadapi penolakan dari sebagian umat Islam yang enggan membayar zakat. Ia mengambil sikap tegas dengan memerangi mereka, menegaskan bahwa zakat adalah kewajiban fundamental dalam Islam.
Pada masa Umar bin Khattab RA, pengelolaan zakat menjadi lebih terstruktur melalui pendirian baitul mal sebagai lembaga keuangan negara. Pengelolaan ini berperan penting dalam menciptakan kesejahteraan umat dan memperkuat fungsi zakat sebagai alat keadilan sosial.
Hikmah Disyariatkan Zakat
Al-Qur’an menegaskan bahwa zakat memiliki dimensi spiritual dan sosial. Allah berfirman QS. at-Taubah: 103:
“Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah: 103)
Ayat ini menegaskan bahwa zakat adalah sarana pensucian jiwa dan harta. Dengan zakat, harta menjadi bersih dari hak orang lain, dan jiwa pemiliknya terjaga dari sifat kikir dan cinta dunia berlebihan. Dalam al-Maus?‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (1/232) dijelaskan:
“Tujuan utama zakat bukan sekadar mengumpulkan harta dan membagikannya kepada fakir miskin, tetapi agar manusia tidak diperbudak oleh harta. Zakat hadir untuk menyucikan pemberi maupun penerimanya.”
Dalam artian zakat mampu mendidik manusia agar menjadikan harta sebagai sarana, bukan tujuan hidup. Dengan zakat, si kaya belajar melepaskan sedikit dari miliknya, sementara si miskin mendapatkan haknya dengan penuh martabat. Inilah yang membuat zakat menjadi pembersih dan penyuci bagi dua belah pihak. Masih dalam kitab yang sama disebutkan:
“Zakat meskipun secara lahiriah tampak mengurangi harta, namun hakikatnya menambah keberkahan harta, memperbanyak jumlahnya, menambah iman dalam hati pemiliknya, serta menumbuhkan akhlak mulia. Zakat adalah wujud pengorbanan terhadap sesuatu yang dicintai demi meraih sesuatu yang lebih dicintai, yaitu keridhaan Allah dan surga-Nya.”
Artinya, zakat itu ibarat investasi spiritual. Secara kasat mata memang harta berkurang, tetapi Allah gantikan dengan keberkahan, ketenteraman batin, dan pahala akhirat. Bahkan, zakat juga memperkokoh iman, melatih kedermawanan, dan membuka jalan menuju ridha Allah. Menunaikan zakat bukan sekadar kewajiban agama, melainkan juga jalan untuk meraih keberkahan hidup, membersihkan harta, dan menghadirkan keadilan sosial. Agar zakat tepat sasaran, umat Islam dianjurkan menyalurkannya melalui lembaga resmi.
Di Indonesia, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) merupakan lembaga resmi yang ditetapkan pemerintah untuk mengelola zakat secara nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Melalui BAZNAS, zakat tidak hanya disalurkan kepada yang berhak, tetapi juga dimanfaatkan untuk program pemberdayaan umat di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Menunaikan zakat melalui BAZNAS berarti ikut menjaga amanah syariat serta memastikan manfaat zakat tersebar lebih luas dan terorganisir.
Sumber:
1. Al-Qur’anul Karim, QS. Al-An‘am: 141, QS. At-Taubah: 103
2. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hlm. 349
3. Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khatib, Juz 2, hlm. 313
4. Al-Maus?‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Jilid 1, hlm. 232
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
ARTIKEL26/09/2025 | Robet Alannaufa

Info Rekening Zakat
Mari tunaikan zakat Anda dengan mentransfer ke rekening zakat.
BAZNAS
Info Rekening Zakat
