SEJARAH ZAKAT
Sejarah dan Hikmah Disyariatkannya Zakat dalam Islam
26/09/2025 | Robet AlannaufaSejarah dan Hikmah Disyariatkannya Zakat dalam Islam
Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat. Kedudukannya tidak hanya sebagai ibadah individual, tetapi juga sebagai instrumen sosial untuk membangun kesejahteraan umat. Sejak awal dakwah Nabi Muhammad ?, zakat sudah hadir sebagai perintah yang melekat dalam ajaran Islam. Namun, penetapan zakat secara rinci sebagai kewajiban baru berlangsung setelah Nabi hijrah ke Madinah.
Awal Perintah Zakat
Sejarah mencatat bahwa perintah zakat sudah ada sejak periode Makkah, meskipun masih dalam bentuk yang umum. Al-Qur’an mengajarkan pentingnya menunaikan hak orang lain dari harta yang dimiliki. Allah berfirman QS. Al-An‘am: 141:
“Tunaikanlah haknya di hari panennya.” (QS. Al-An‘am: 141)
Ayat ini menunjukkan bahwa sejak awal kenabian, umat Islam sudah diperintahkan untuk berbagi sebagian dari hasil harta mereka. Namun, pada masa Makkah belum ada ketentuan terperinci tentang kadar, nishab, atau jenis harta yang wajib dizakati.
Ketentuan zakat yang lebih rinci baru ditetapkan setelah Nabi ? hijrah ke Madinah. Pada tahun kedua hijrah, zakat mulai diwajibkan dengan aturan yang jelas mengenai nishab, kadar, dan distribusi kepada golongan penerima. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir (3/349):
“Tidaklah jauh kemungkinan bahwa asal zakat berupa sedekah telah diperintahkan sejak awal kenabian, sebagaimana firman Allah: ‘Tunaikanlah haknya di hari panennya’ (QS. Al-An‘am: 141). Adapun zakat dengan nishab dan ketentuan jumlah tertentu, maka penjelasannya baru ditetapkan di Madinah.”
Beliau juga menegaskan:
“Kewajiban zakat memang ditetapkan pada tahun kedua hijrah ke Madinah, sebagaimana disebutkan oleh banyak ulama.”
Bahkan, sebagian ulama hadis menyebut lebih rinci, bahwa kewajiban zakat itu turun pada bulan Syawwal tahun kedua hijrah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khatib (2/313):
“Perkataan bahwa zakat diwajibkan pada tahun kedua (hijrah), masih diperdebatkan pada bulan apa kewajiban itu turun. Guru kami, al-Babili, menyebutkan bahwa pendapat yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah zakat diwajibkan pada bulan Syawwal tahun tersebut.”
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menghadapi penolakan dari sebagian umat Islam yang enggan membayar zakat. Ia mengambil sikap tegas dengan memerangi mereka, menegaskan bahwa zakat adalah kewajiban fundamental dalam Islam.
Pada masa Umar bin Khattab RA, pengelolaan zakat menjadi lebih terstruktur melalui pendirian baitul mal sebagai lembaga keuangan negara. Pengelolaan ini berperan penting dalam menciptakan kesejahteraan umat dan memperkuat fungsi zakat sebagai alat keadilan sosial.
Hikmah Disyariatkan Zakat
Al-Qur’an menegaskan bahwa zakat memiliki dimensi spiritual dan sosial. Allah berfirman QS. at-Taubah: 103:
“Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah: 103)
Ayat ini menegaskan bahwa zakat adalah sarana pensucian jiwa dan harta. Dengan zakat, harta menjadi bersih dari hak orang lain, dan jiwa pemiliknya terjaga dari sifat kikir dan cinta dunia berlebihan. Dalam al-Maus?‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (1/232) dijelaskan:
“Tujuan utama zakat bukan sekadar mengumpulkan harta dan membagikannya kepada fakir miskin, tetapi agar manusia tidak diperbudak oleh harta. Zakat hadir untuk menyucikan pemberi maupun penerimanya.”
Dalam artian zakat mampu mendidik manusia agar menjadikan harta sebagai sarana, bukan tujuan hidup. Dengan zakat, si kaya belajar melepaskan sedikit dari miliknya, sementara si miskin mendapatkan haknya dengan penuh martabat. Inilah yang membuat zakat menjadi pembersih dan penyuci bagi dua belah pihak. Masih dalam kitab yang sama disebutkan:
“Zakat meskipun secara lahiriah tampak mengurangi harta, namun hakikatnya menambah keberkahan harta, memperbanyak jumlahnya, menambah iman dalam hati pemiliknya, serta menumbuhkan akhlak mulia. Zakat adalah wujud pengorbanan terhadap sesuatu yang dicintai demi meraih sesuatu yang lebih dicintai, yaitu keridhaan Allah dan surga-Nya.”
Artinya, zakat itu ibarat investasi spiritual. Secara kasat mata memang harta berkurang, tetapi Allah gantikan dengan keberkahan, ketenteraman batin, dan pahala akhirat. Bahkan, zakat juga memperkokoh iman, melatih kedermawanan, dan membuka jalan menuju ridha Allah. Menunaikan zakat bukan sekadar kewajiban agama, melainkan juga jalan untuk meraih keberkahan hidup, membersihkan harta, dan menghadirkan keadilan sosial. Agar zakat tepat sasaran, umat Islam dianjurkan menyalurkannya melalui lembaga resmi.
Di Indonesia, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) merupakan lembaga resmi yang ditetapkan pemerintah untuk mengelola zakat secara nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Melalui BAZNAS, zakat tidak hanya disalurkan kepada yang berhak, tetapi juga dimanfaatkan untuk program pemberdayaan umat di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Menunaikan zakat melalui BAZNAS berarti ikut menjaga amanah syariat serta memastikan manfaat zakat tersebar lebih luas dan terorganisir.
Sumber:
1. Al-Qur’anul Karim, QS. Al-An‘am: 141, QS. At-Taubah: 103
2. Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hlm. 349
3. Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khatib, Juz 2, hlm. 313
4. Al-Maus?‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Jilid 1, hlm. 232
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
